SHARE

Tak bisa ditampik, petani berperan penting menjaga ketahanan pangan, menopang produktivitas ekonomi nasional saat Pandemi Covid-19 melanda dunia yang melumpuhkan kehidupan sosial kemanusiaan.

CARAPANDANG - oleh Mujamin (Pemerhati Sosial-Politik)

Pengorbanan seorang petani Saddam Husein, sepeda ontel saja tak punya. Amsadun begitu akrab disapa, tinggal di rumah panggung kuno yang berdinding kayu sudah mulai lapuk, beratap seng berisik bila hujan. Namun dia selalu mengayuh majukan penghidupan ekonomi, pahlawan pangan, dan pembangun kemaslahatan keluarga agar tidak putus harapan di persimpangan jalan.

Terkadang tidur di tengah sawah, tak ada hiburan yang menamani kesepiannya, kecuali hanya riak jangkrik yang menjadi kawan setia. Subuh, kokok ayam mendering sesegeranya lekas dari rumah menuju hamparan sawahnya. Menjadi rutinitas yang dilakoni pemuda Desa Ngali, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima ini selama berpuluh-puluh tahun, hingga kini.

Seolah dia menggunakan mikroskop untuk melihat objek, instingnya sangat paham mengendalikan ancaman dunia hama yang bawa penyakit busuk daun pada Bawang Merah. Masyarakat Desa ini memang memanfaatkan pranata mangsa atau musim tanam dengan pengetahuan alam tradisional leluhur.

Yang menempatkan pengamatan berdasarkan siklus perubahan musim yang dikaitkan dengan gejala alam yang muncul, seperti hujan, arah angin, serangga dan lainnya. Digunakannya sebagai acuan bercocok tanam baik padi, jagung, aneka sayur-sayuran, umbi-umbian terutama bawang merah.

Kearifan lokal di padukan dengan metode modern pupuk kimia, dan pestisida. Kendati tidak selalu sepenuhnya mendapatkan hasil panen yang memuaskan, terkadang musibah gagal panen, bertani terus teguh ia curahkan.

Lagi pula Saddam sendiri bukanlah seorang Sarjana Pertanian yang bisa saja ilmu penelitiannya dapat diandalkan sehingga melimpahkan panen. Tetapi berkat kegigihannya, dia telah membiayai adiknya berkampus hingga meraih gelar sarjana tanpa berdosa menjual sebidang tanah warisan miliknya.

Hasil tani Desa Ngali memiliki keunggulan kualitas, serta daya tahannya tinggi terhadap jamur busuk. Meski fakta atau keadaan selama ini baik cara mengurusnya, petani tidak terlalu bergantung pada bantuan Dinas Pertanian pemerintah daerah untuk melakukan bimbingan, penyuluhan dan atau sekolah lapangan.

Tetapi Saddam sang petani tamatan Sekolah Dasar saja tidak selesai, tak pernah layangkan protes, hanya ingin pemerintah hadiran untuk mewujudkan petani makmur-sejahtera. Apakah budaya berladang, lebih dari sekedar dongeng, sehingga mereka hanya lewat tak banyak yang ingin mengunjungi Desanya. Padahal kisah pengorbanan petani kerap dikutip atau ditampilkan dalam forum-forum politik nasional maupun internasional.

Sebab bukan hal semu, petani juga punya hak mencicipi kedaulatannya. Yakni nikmat pembangunan ekonomi yang mencerminkan semangat idealitas Pancasila dan UUD 1945 yang mengamanatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tak bisa ditampik, petani berperan penting menjaga ketahanan pangan, menopang produktivitas ekonomi nasional saat Pandemi Covid-19 melanda dunia yang melumpuhkan kehidupan sosial kemanusiaan.

Pandemi yang dibumbui dinamika politik, membuat masyarakat runyam, tak hanya kematian serta ancaman bangkrut yang ditakutkan, khawatir pula negara bisa diisolasi dunia bila Corona tak ditangani serius sehingga semakin membuat kondisi ekonomi benar-benar ambruk.

Dampak buruknya Covid menimbulkan ketidakpastian tingkat tinggi, baik pada kemampuan memulihkan ekonomi, maupun kesehatan kembalinya semesta. Bahkan pada masa awal-awalnya pandemi, banyak ahli yang pesimistis menyatakan, bahwa terbuka kemungkinan dunia akan mengalami krisis besar, bencana kelaparan.

Kesediaan pangan teramat penting untuk memenuhi nutrisi sosial. Karena dalam teori sederhana, krisis, chaos, kejahatan, bahkan peperangan bisa lebih reda jika perut, dompet dan otak terisi dengan lapang pangan.

Barangkali alasan itu juga petani Saddam meski di tengah Pandemi terus bekerja keras, menggiatkan semangatnya untuk berladang. Lagi pula, anggap saja semesta alam maupun ilmu membuktikan tak ada hama Corona di ladang! Maka garaplah sawah, kebun, serta tambak seperti biasa (normal) agar stok sandang, papan tersaji dan kedaulatan pangan.

Kini, ratusan hektar lahan tanah warisan itu kering, hampir-hampir saja nonproduktif, sebagian hanya ditumbuhi alang-ilalang lantaran tak dapat digarap lagi akibat tata guna air melalui dukungan bendungan atau embung, saluran irigasi tidak ada. Namun bukannya meratapi nasib, Saddam bersama warga tani lainnya memilih menyeberang, ekspansif ke daerah lain mencari alternatif tanah yang lebih subur, luas dan ketersediaan air yang baik.

Dalam hal ini berharap kemudian pemerintah daerah tidak membiarkan petani mengangkat cangkul, dan membaca musim tanam sendiri. Selain hal pokok tata guna air, kepada para petani atau kelompok-kelompok tani, perhatian pemerintah perlu memberikan bimbingan, penyuluhan dan sekolah lapangan. Mulai dari menanam, membesarkan, hingga memasarkannya.



Tags
SHARE