SHARE

Istimewa

Presidential threshold, kata Hasto, dibangun demi membangun pemerintahan yang efektif. Pasangan calon presiden/wakil presiden terpilih tidak hanya memiliki basis elektoral yang sangat kuat dari rakyat, tetapi juga basis dukungan kursi di parlemen yang memungkinkan pemerintah terpilih dapat mengambil keputusan-keputusan yang objektif.

"Karena adanya dukungan minimum sebesar 20 persen kursi di DPR," imbuh Hasto.

Ia kemudian mencontohkan ketika periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla membutuhkan waktu 1,5 tahun untuk mengonsolodasikan pemerintahan. Pada saat itu terjadi mobilisasi kekuasaan di parlemen oleh partai politik yang bukan pendukung Jokowi-Jusuf Kalla.

"Ini tentu saja menjadi kecelakaan dalam demokrasi, bahkan ini menjadi tsunami dalam demokrasi," ujarnya.

Oleh karena itulah, kata Hasto, pernyataan SBY itu menunjukkan suatu kekhawatiran yang berlebih tanpa fakta bahwa seakan-akan nantinya pasangan calon yang maju di Pilpres 2024 akan diatur dan ada skenario seolah oposisi tidak bisa mencalonkan diri.

"Harus melihat mekanisme konstitusional yang ada bahwa ketentuan presidential threshold merupakan ketentuan yang sah secara konstitusi dan tidak boleh diganggu gugat," tuturnya.

Hasto menyayangkan pernyataan SBY yang menurutnya menuduh semua hal tanpa didasari fakta.

Menurut dia, apa yang disampaikan SBY tersebut jauh dari sifat seorang negarawan ketika membuat tudingan pemerintahan Jokowi batil.

Ia menyebut dalam situasi rakyat yang tengah menghadapi situasi tidak mudah akibat tekanan global, perang Rusia dan Ukraina, serta dampak pandemi COVID-19 belum usai, hendaknya pemimpin-pemimpin nasional menyampaikan hal-hal yang positif.

"Tuduhan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dengan kata-kata batil, dengan kata-kata jahat, itu juga jauh dari kenegarawanan Pak SBY, jauh dari bagaimana politik ini memerlukan suatu keadaban," kata Hasto.

Halaman :
Tags
SHARE